Oxomedia, medan – Pernyataan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi yang masih menunda Pembelajaran Tatap Muka (PTM) menuai polemik. Beragam respon netizen baik pro maupun kontra membanjiri media sosial.
Media massa pun memunculkan berita terkait pernyataan Gubernur Sumut itu dalam beragam perspektif, ada yang objektif, tak sedikit pula yang subjektif dan terkesan ‘menyerang’ mantan Pangkostrad itu.
Karib kerabat saya sendiri memiliki tanggapan yang berbeda-beda pada kebijakan Gubsu Edy itu, ada yang tidak setuju, katanya “Wah, sudah setahun anak-anak di rumah, rusak mentalnya nanti,”. Tapi ada pula yang punya pemahaman sama dengan Gubsu, “Aku ga mau anakku jadi korban, pastikan dulu sekolah bertanggung jawab bila terjadi apa-apa dengan siswa, baru aku mau” katanya.
Juli nanti, tahun ajaran baru dimulai. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengungkapkan, sudah saatnya sekolah-sekolah di Indonesia menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Tapi tidak semua Kepala Daerah yang sejalan dengan keinginan Nadiem. Edy Rahmayadi tidak sendirian, DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, Kalimantan Timur adalah diantara daerah yang juga tidak atau belum menentukan kapan akan digelarnya Pembelajaran Tatap Muka di daerahnya.
Semestinya memang Kepala Daerahlah yang paling tahu kondisi riil di daerah yang dipimpinnya terkait pandemi Covid19.
Alasan utama Kepala Daerah itu menunda Pembelajaran Tatap Muka adalah masih tingginya angka penyebaran Covid19 di daerahnya. Fakta lain seperti sekolah menjadi klaster baru penyebaran Covid19, juga mendorong penundaan Pembelajaran Tatap Muka itu.
Pembelajaran Tatap Muka memang bukan tanpa resiko. Di Sumatera Barat, Maret lalu sebanyak 43 Siswa SMAN 1 Sumbar terpapar Covid19 usai menerapkan Pembelajaran Tatap Muka. Mei ini, Provinsi Jambi juga menunda Pembelajaran Tatap Muka setelah sekolah menjadi klaster baru penyebaran Covid19. Belum lagi terkait berita munculnya varian baru mutasi Covid19 yang lebih beresiko menular ke anak-anak dan remaja.
Di negeri jiran Malaysia, dilansir dari The Straits Times, Ketua Asosiasi Orang Tua-Guru Nasional Assoc Prof Mohd Ali Hassan mengatakan situasi penyebaran Covid19 mengkhawatirkan dan mendesak pemerintah segera menutup kembali sekolah-sekolah.
Bukan tanpa solusi, sejauh ini ada juga daerah yang berhasil menjalankan Pembelajaran Tatap Muka. Kota Sorong, Papua Barat sejak 17 Maret 2021 lalu telah menerapkan Pembelajatan Tatap Muka Terbatas dengan membagi kelas menjadi tiga kelompok belajar dengan maksimal satu kelas 16 siswa dan 2 jam belajar setiap hari.
Adapula Provinsi Sulawesi Selatan yang sudah melakukan uji coba Pembelajaran Tatap Muka. Saat melaksanakan uji coba sekolah tatap muka, murid-murid di tiga sekolah di Sulsel harus menjalani pemeriksaan Swab Antigen Covid-19. Tujuannya, adalah untuk memastikan bahwa mereka tidak terpapar virus Corona atau Covid-19.
Upaya yang dilakukan dua pemerintah daerah tersebut barangkali dapat dicontoh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Meski jika memahami alasan Gubsu Edy menunda Pembelajaran Tatap Muka itu merupakan alasan kemanusiaan yang mestilah dikedepankan.
“Tak mungkin anak-anak kita korbankan,” kata Gubsu.
Gubsu Edy dalam kesempatannya menjawab pertanyaan wartawan terkait Pembelajaran Tatap Muka baru-baru ini mengatakan, dirinya akan terlebih dahulu berkonsultasi dengan para ahli seperti Psikolog Anak, Dokter Anak, Ahli Kesehatan, Tokoh pendidikan dan lain sebagainya sebelum memutuskan Pembelajaran Tatap Muka.
Sebuah landasan yang menurut saya sangat objektif dengan pertimbangan yang matang. Semoga Ayah Edy segera berkonsultasi dengan para ahli itu demi mendapatkan jawaban solutif, seperti harapan kita bersama.